Tujuan langkah pemerintah yang cerdas ini adalah menekan harga buku pelajaran. Langkah yang perlu diacungi jempol mengingat dalam beberapa tahun belakangan soal ini kian menjadi ganjalan. Santer desas-desus yang menyebut bahwa pengadaan buku pelajaran hanya dikuasai beberapa pemain dan diwarnai KKN (kolusi, korupsi, nepotisme).
Pada pertengahan 2006 disebutkan bahwa dana bantuan operasional sekolah (BOS) akan diberikan kepada 40 juta anak masing-masing senilai Rp20.000. Ini untuk menyubsidi pengadaan buku ajar. Kalau dihitung-hitung, teorinya kalau jadi buku semua, setiap anak akan mendapatkan tak lebih dari satu buku pelajaran dan semuanya gratis.
Bandingkan dengan langganan koran yang Rp70.000 per bulan yang bisa mendapatkan rata-rata 32 halaman kali 30 hari yang berarti 900 halaman lebih. Koran kan ada iklannya? Apalagi kalau buku itu ada iklannya, yang artinya sangat boleh jadi biaya cetak buku pelajaran itu tak perlu anggaran negara.
Atur saja secara rinci halaman mana saja dari buku pelajaran yang boleh diberi “iklan” oleh perusahaan yang mensponsori pencetakan buku itu. Perusahaan mana yang tak tertarik kalau buku itu dicetak dalam jumlah jutaan dan didistribusikan ke seluruh pelosok Indonesia tanpa kecuali.
Soal mindset
Tahapan menulis buku kini kian dipermudah dengan adanya sejumlah penawaran pelatihan penulisan. Dari yang sekadar memancing untuk mau dan bisa menulis, hingga bagaimana menyiapkan satu naskah buku lengkap yang siap diterbitkan. Bahkan tawaran pendampingan menulis buku non-fiksi secara lengkap dengan biaya terjangkau.
Sebagai panduan memilih, sejumlah patokan yang mesti diperhatikan adalah dalam pelatihan satu-dua hari itu pertama-tama mesti mengupas soal bagaimana membongkar hambatan menulis. Inilah soal paling krusial karena banyak orang—termasuk guru—yang menganggap menulis sebagai sesuatu yang sulit dan menjadi momok menakutkan.
Padahal dalam kenyataannya menulis merupakan kegiatan yang dilakukan guru setiap hari. Bisa jadi karena terlalu biasa, soal ini malah diabaikan. Tapi parahnya pengabaian ini malah kian membuat banyak orang menilai dirinya sendiri tidak kompeten dan memberi nilai rendah saat ditanya seberapa tinggi kemampuan menulisnya.
0 komentar:
Posting Komentar